(Sambungan dari Pakan ikan Jilid I)
g) Artemia
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat
persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau
melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.
2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik
dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak
antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali
jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak
sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.
3. Dalam bak dipasang “air water lift (AWL)” yang terbuat dari pipa-pipa
PVC untuk menimbulkan putaran.
– Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm
– Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm
– Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm
– Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm
4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan
dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi
penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong
30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.
5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran
udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari
pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.
6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari
mesin penghembus udara (Blower).
7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau
air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu:
– Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram
– Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram
– Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram
– Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram
– Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram
– Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram
– Air tawar dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.
Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk
kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk
pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak
10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini
dibersihkan 2 hari sekali.
h) Infusoria
1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1
galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon,
menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah
yang lebih besar menggunakan air mentah.
2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung
jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput
kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.
i) Kutu Air
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1
ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari
langsung.
2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2
aerasi per 2,5 m2.
3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam
air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk
halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.
4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan
bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan
dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air
perasan langsung jatuh ke bak.
5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga
dilakukan bila perlu.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat
berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang
lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.
2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi
dinding kelambu.
k) Cacing Tubifex
1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10×10 cm atau
lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm,
setinggi 10 cm dengan luas 1×2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu
atau dibentuk cetakan.
3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau
kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300
gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari
bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam.
l) Ulat Hongkong
1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak
kayu/tripleks berukuran 40x40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada
bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.
2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk
memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan
diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.
3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas
tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan
tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah
setebal 2-3 cm.
2) Pakan Buatan
Alat-alat yang diperlukan :
a) Alat Penggiling dan Pengayak
b) Alat Penimbang dan Penakar
c) Alat Pengaduk dan Pencampur
d) Alat Pemasak
e) Alat Pengering
f) Alat Penyimpan
6.4. Pemeliharaan Pakan Alami
a) Chlorella
1. Dalam wadah 1 galon :
– Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya
berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan
saringan 15 mikron.
– Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran
lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.
– Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10
juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.
– Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan
dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
– Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton
membutuhkan 5 galon bibit.
– Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang
diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk
organik dari kotorannya.
– Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.
– Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat
mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.
– Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru,
dan pemberian obat pemberantas hama.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter :
– Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
– Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
– Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang
telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml,
hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
– Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan
airnya diudarai terus-menerus.
– Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
– Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
– Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan
kepadatan 2-4 juta sel/ml.
– Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
c) Dunaliella
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian.
Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk
mencegah kontaminasi.
3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter :
– Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
– Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
– Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-
AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
– Setelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
– Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
– Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan
dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3
hari mencapai 2-3 juta sel/ml.
– Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
e) Spirulina
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian.
Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
f) Brachionus
Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan,
sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan
kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.
Dengan Pemberian Pakan:
1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10
ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.
2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti
sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25
derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk
ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah
3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam
sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.
– Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan
Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan
pembenihan ikan dan udang laut.
– Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1
g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air
laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000
liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.
– Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120
ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.
g) Artemia
1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran
< 50 mikron. Makanan lainnya : tepung terigu, tepung beras, ragi roti, ragi
bir, ragi laut, dedak gamdum, tepung kedele, dan tepung ganggang.
2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1
liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50
mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan
diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.
3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium,
Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur < 2 minggu kekeruhannya 15-20 cm.
Usaha Pembesaran
1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu
makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada
senja hari.
2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20
cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <
2 mg/l dan pH < 7,5. Air medium ditambah 2 g/l NaHCO3 bila pH turun.
Bak pemeliharaan ditutup plastik pada malam hari untuk mencegah
fluktuasi suhu. Suhu yang baik adalah 25-30 derajat C. Kotoran yang
mengendap pada dasar bak harus selalu disedot.
Produksi Nauplius
1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil,
suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.
3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan
beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6
bulan.
Produksi Telur
– Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
– Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan
kadar O2 .
– Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan
cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.
– Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l
dalam waktu 1 minggu.
– Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1
jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai
mengandung telur.
h) Infusoria
1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1
minggu setelah persiapan wadah.
2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan
warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.
3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara
bertahap dengan menggunakan slang air.
i) Kutu Air
1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan
padat penebaran 30 ekor/l.
2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan
kepadatan 3000-5000 ekor/l.
3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci
dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.
2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.
k) Cacing Tubifex
Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan
(petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang.
Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.
l) Ulat Hongkong
1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang
masih segar.
2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak
hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya
dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan
kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.
3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong,
kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.
4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman.
Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan
menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.
5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang
diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan
airnya.
6.5. Pembuatan Pakan Buatan
Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zatzat
dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.
a) Bentuk Larutan Emulsi
1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan
dilarutkan dalam 200 ml air.
2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan
akhirnya 1 g vitamin.
3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental
seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.
4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan
yang berumur 3-20 hari.
b) Bentuk Larutan Suspensi
1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya
hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring
dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang
digunakan hanya bagian yang kuning.
2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk
merata.
3. Digunakan untuk makanan burayak.
c) Bentuk Roti Kukus
1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur
ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus
diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.
2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak
didinginkan dengan kipas angin.
3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang
kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.
4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil,
kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil
diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam
lemari es selama 3 hari.
5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan
melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.
d) Bentuk Pellet
1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering
dan gumpalan (pasta).
2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat
masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh
dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu
bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan
diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa
pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan
tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah
dapat ditambah air sedikit demi sedikit.
4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya,
maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4
berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak
cepat dingin.
5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.
6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka
pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.
7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan
diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong
sepanjang 3 cm.
8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10-
20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah
patah.
e) Bentuk Remah dan Tepung
1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan
penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor
kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.
2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.
– Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105
mikron.
– Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami
a) Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium
dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5
mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan
kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk
memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat
dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium
menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,
budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci
dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan
kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan
dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
– Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
– Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
– Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
– Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
– Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA
a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.
Tahun II.
b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.
Tahun III.
c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius.
e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman
Tinggalkan komentar